Saturday, 25 May 2013

RADAR NEWSPAPER (May, 21, 2013)

"GUNADI TAMPIL SUKSES 
DI PUSAT KEBUDAYAAN AMERIKA"
RADAR NEWSPAPER, 21st May 2013


Gitaris Indonesia kelahiran Tegal, Michael Gunadi Widjaja, Minggu (19/5), tampil dalam konser tunggal di Pusat Kebudayaan Amerika di Jakarta. Penampilan pria ini memantapkan posisinya sebagai gitaris papan atas di Tanah Air. Hal itu dibuktikan, dengan membludaknya jumlah pengunjung. 


Gedung berkapasitas 300 penonton, ternyata didatangi lebih dari 500 orang. Sehingga membuat pihak manajemen dan sekuritas Pusat Kebudayaan Amerika pun kewalahan. Boleh jadi pertama kali sebuah pertunjukan seni musik, mendapatkan antusias publik yang luar biasa. Disamping disaksikan sejumlah warga Amerika, yang kebetulan tinggal di Indonesia. Tak ketinggalan, konser tersebut dihadiri pencinta musik dari ibukota. Termasuk para pencinta musik dari sejumlah daerah.

Konser ini mendapat sambutan hangat dari penonton. Bahkan dari situs jejaring sosial, Twitter. Sebagian besar pengunjung memuji penampilan Gunadi. Dalam konser "Disney Pianolicious", dengan direksi Jelia Megawati Heru, sore itu mendapat animo luar biasa dari Pusat Kebudayaan Amerika di Jakarta. Sambutan dari segenap penonton, disampaikan bahkan hingga selesainya acara.

Gitaris asal Tegal, Michael Gunadi Widjaja
tampil memikat dengan nomor lagu "Asturias" dari Isaac Albeniz

Dalam kesempatan itu, Gunadi membawakan nomor lagu berjudul "Asturias" karya Isaac Abeniz dari Spanyol (1860-1909). Lagu itu merupakan soundtrack dari film "The Mirrors". Saat lagu tsb dihadirkan, membuat hadirin tercekam, yang membawanya dalam suasana horor bernuansa Flamenco Spanyol yang menakjubkan. Untuk nomor kedua, Gunadi yang juga alumnus Perth Conservatory of Music, Australia (1988-1990), membawakan sebuah transkripsi dari "Cello Suite No. 1 - Prelude" karya komponis asal Jerman, Johann Sebastian Bach. Lagu karya JS. Bach sebagai tema film "The Master and Commander". Dalam lagu ini pengunjung seperti dibuat larut dalam romantisme.

Menurut pemerhati musik, yang hadir menyaksikan penampilan Gunadi mengatakan, bahwa penampilannya sangat fenomenal. Seni Musik piano dan gitar klasik bisa menjadi sangat dialogis dan menampilkan hal-hal yang dekat dengan ranah kehidupan sehari-hari. Dengan penampilannya dalam konser kali ini, Michael Gunadi Widjaja telah mengharumkan nama tanah kelahirannya. (din)

Saturday, 18 May 2013

Disney Pianolicious at Radar Newspaper (May, 16, 2013)

DISNEY PIANOLICIOUS 
at RADAR NEWSPAPER
Thursday, 16th May 2013, Page 9 "MUSIC"


"GITARIS TEGAL TAMPIL 
DI PUSAT KEBUDAYAAN AMERIKA"

Seorang gitaris Tanah Air kelahiran Tegal, Michael Gunadi Widjaja, yang selama ini banyak menggelar pertunjukkan musik di sejumlah tempat, baik piano maupun gitar. Disamping menggarap komposisi musik untuk tari, Minggu (19/5), bakal tampil di Pusat Kebudayaan Amerika di Jakarta, tepatnya di Pacific Place lantai 3. Dalam konser berjudul 'Disney Pianolicious' - A Tribute to Walt Disney and American Movie. Michael Gunadi membawakan sebuah lagu berjudul 'Asturias' karya Isaac Albeniz dari Spanyol (1860-1909). Lagu cantik yang bakal dimainkannya merupakan soundtrack film "The Mirrors".

Selain gitar karya Isaac Albeniz, nomor kedua gitaris alumnus Perth Conservatory of Music, Australia (1988-1990), juga tampil membawakan sebuah transkripsi karya komponis asal Jerman, Johann Sebastian Bach

"Sebagai direktur konser seorang musik edukator alumnus Jerman, Jelia Megawati Heru. Sebelumnya dia pernah mengadakan seminar pendidikan musik di Tegal, yang diselenggarakan Dinas Pendidikan Kota Tegal setahun yang lalu. Dia tampil dengan Ensemble Piano Golden Fingers di Taman Budaya Tegal", ucapnya.

Sekedar diketahui, penampilan Michael Gunadi Widjaja merupakan sebuah debut internasional untuk kesekian kalinya. Konser yang diadakan tersebut merupakan sarana dialog budaya melalui musik. Terutama dengan masyarakat dari kultur Amerika. Disamping dihadiri warga Amerika yang saat ini tinggal di Indonesia. (din)

more about the music concert "Disney Pianolicious",
please click HERE

Friday, 10 May 2013

"MEMPOSISIKAN JAZZ DALAM MUSIK POP" Staccato Mei 2013

"MEMPOSISIKAN JAZZ DALAM RANAH MUSIK POP"
Oleh: Michael Gunadi Widjaja
Artikel STACCATO, Mei 2013


Sudah menjadi “rahasia” umum, dan telah umum dirahasiakan, bahwa Jazz adalah BUKAN Musik Klasik. Pernyataan ini dirasa perlu untuk dikemukakan, sehubungan dengan masih maraknya pendapat yang berkembang dalam masyarakat kita. Pendapat yang sebetulnya telah menjadi “lagu lama” yang nyaris membosankan. Yakni bahwa Musik Klasik adalah sebuah keunggulan tersendiri. Sebuah maha karya adiluhung yang hanya bisa dicapai melalui ketekunan dan asah terampil puluhan tahun. Oleh sebab itu maka, segala sesuatu yang “di luar” Musik Klasik adalah kurang bermutu atau bahkan tidak punya mutu.

Tentu sah saja pendapat demikian tumbuh berkembang dalam masyarakat. Dan karena ini bertalian dengan musik, maka tak banyak orang yang mengambil pusing dari pendapat tersebut. Lagipula, ini hanya musik, dan bukan hal seperti dagang multi level ataupun kesehatan yang dapat mengancam hidup orang. Jadi pendapat tersebut membiarkan dirinya tumbuh, berkembang karena memang dibiarkan,dan publik permisif saja untuk membiarkan. Maka jadilah pendapat tentang superioritas Musik Klasik sebagai hal yang “sudah semestinya” dan terbiarkan.

Musik Klasik memang memiliki superioritas yang mengagumkan. Fakta tersebut tak dapat, tak mungkin, takkan pernah dan memang untuk apa jika terbantahkan. Tradisi yang panjang, karya komposisi yang teratur dengan presisi tinggi. Penguasaan teknik permainan, interpretasi dengan acuan rhetorik, gramatik, dan idiomatika musik. Semuanya merupakan keistimewaan Musik Klasik. Namun, tetap harus diingat (bagi yang masih mau mengingat) bahwa MUSIK KLASIK BUKANLAH SEGALANYA. Dan bahwa di luar Musik Klasik, tetap ada musik seni yang layak untuk dijadikan asupan kebutuhan rasa estetis dan pengisian relung bathin manusia. Dalam konstelasi semacam inilah, seyogyanya Jazz di Indonesia diposisikan dan terposisikan. Jazz berada di luar Musik Klasik. Meskipun bisa juga Jazz menjadi kegatelan dan mencumbu Musik Klasik dengan penuh pesona, seperti yang dilakukan Jacques Louissier dalam men-Jazz-kan karya J.S Bach.