“BACH
IS JAZZ”
Artikel Staccato – Oktober
2012
Oleh: Michael Gunadi
Widjaja
KONSEP REVOLUSIONER BACH
Dunia seolah
sudah menorehkan takdirnya bahwa akan ada sosok manusia seperti Johann
Sebastian Bach. Dari silsilah keturunan Bach, dapat dirunut bahwa 5 generasi
keluarga Bach, semuanya adalah pemusik professional. Kakek moyang dan generasi
terdahulu dari keluarga Bach adalah organis dan pembuat orgel pipa, di sebuah desa
kecil di bagian timur Jerman. Meskipun secara ilmiah perlu dibuktikan, namun
setidaknya silsilah genetis semacam ini bisa menjadi satu faktor yang membuat Bach
menjadi seorang jenius musik dengan konsep pembaharuan musiknya yang fantastis.
Konsep
pembaharuan musik inilah yang menjadikan Bach berbeda dengan the great composer yang lainnya. Bach
mengusung konsep bermusik yang untuk ukuran jaman itu benar-benar baru, revolutioner
dan mencengangkan. Dapat dikatakan bahwa Bach adalah seorang “Avant Garde” di jamannya. Dari sisi
inilah kita bertolak untuk dapat mengatakan bahwa BACH IS NOT JUST CLASSICAL
MUSIC..but BACH IS (also) JAZZ.
Pembaharuan yang
dilakukan Bach lebih berupa “pendobrakan” terhadap kemapanan pakem bermusik
yang popular saat itu. Tengok saja misalnya Suita untuk Unaccompaniment Cello
- suita untuk cello yang mandiri, tanpa iringan. Sebelum lahir komposisi Bach untuk
cello mandiri, orang sudah membuat Ricercare
untuk cello tanpa iringan. Tetapi dengan virtuositas yang sangat rendah dan
tidak bagus. Bach membuat cello mandiri menjadi sebuah instrumen dengan
virtuositas sangat tinggi dan sempurna sampai pada tatanan materi sebuah grand concert.
Upaya mengangkat
kemandirian sebuah instrumen, juga merupakan sebuah fenomena penting dalam
perkembangan musik Jazz. Dizzie
Gillespie misalnya, ia dikenal karena terompetnya yang berbentuk cabang
seperti tanduk rusa. Padahal terompet tersebut dapat melengkung bercabang
karena rusak tergencet truk! Namun seperti Bach, Dizzie Gillespie membuat
konsep kemandirian bermusik untuk terompet dengan keadaan rusak sedemikian itu.
Sajian Free Jazz ala Miles Davis
dalam batas tertentu juga adalah semburat konsep Bach. Dalam Free Jazz nya, secara
lanskap kompositoris, Miles Davis membuat semua instrumen sebagai entitas yang
mandiri. Jadi bukan siapa mengiringi siapa, melainkan masing-masing berdiri
mandiri dalam sebuah koridor kompositoris yang sudah ditentukan.
Hal lain yang
membuat Bach bisa disebut “Jazz” adalah filosofi musiknya. Karya Bach seolah
dibingkai oleh filosofi “Panta Rei“ mengalir sebagaimana
hakekatnya. English Suite Bach
adalah sebuah suita yang terus mengalir bak aliran sungai yang hampir tak
pernah berhenti. Jarang ada komposer yang memiliki filosofi bagi lanskap
karyanya. Umumnya para komposer melakukan pengembangan konsep musikalitas DAN
BUKAN MENGUSUNG SEBUAH FILOSOFI BARU, berbeda dengan Bach. Dalam Jazz juga
terdapat banyak konsep dengan filosofi yang “baru”. Konsep dan filosofi Raga
India dalam metrum 5/4 Dave Brubeck,
Ritmik adiksi Africa dari Miles Davis, Tangganada baru lengkap dengan
filosofisnya dari The Modern Jazz Quartet.
UNSUR IMPROVISATORIS BACH
Tidak banyak
disadari bahwa gaya musikal Bach dalam esensinya adalah improvisasi. Bach
adalah improvisator terbaik di jamannya. Musik Bach yang sejati selayaknya
dibunyikan dengan penuh improvisasi, meski tentu improvisasinya bukan berwujud
frase baru. Adalah keliru (jika tidak mau dikatakan salah) jika memainkan
komposisi Bach secara tekstual kaku. Filosofi dan lanskap musikalitas Bach akan
makin nampak jika performer senantiasa ber-“improvisasi” dalam bentuknya yang
tersamar sekalipun. Improvisasi dalam konteks interpretasi Bach tentu bukanlah tempo rubato saat kita memainkan karya Chopin.
Sifat improvisatoris
musik Bach inilah yang menjadikan musik Bach sangat luwes untuk dibawakan dalam
ranah Jazz. Adalah Jacques Loussier,
pianis Perancis yang bersama Trionya berhasil melegenda dengan membawakan repertoire “Bach in Jazz”. Ada sepenggal kisah unik dari wawancara Jacques Loussier
dalam footnote DVD nya, yang kiranya
dapat lebih mempertegas opini bahwa “Bach
is Jazz”.
Semasa masih
mempelajari piano klasik di usia muda, Jacques Loussier sudah sangat tertarik
dengan musik karya Bach, terutama repertoire dalam Notebook for Anna Magdalena Bach. Loussier memainkan repertoire tersebut berkali-kali, puluhan
kali dan bahkan ratusan kali. Setelah ratusan kali memainkan, ia merasa bahwa
musik Bach bisa disisipi dan ditambahkan elemen-elemen lain agar memiliki
nuansa yang unik. Mulailah Jacques Loussier bereksperimen, dia mulai mengubah
tempo, kemudian dia mulai mengubah nilai notnya, harmoninya mulai dia utak-atik, sampai akhirnya dia mencoba
berimprovisasi dengan menggunakan tema melodi Bach sebagai landasannya.
Saat melakukan
improvisasi, Loussier muda sebetulnya tidak begitu paham akan tata gramatik
musikal Jazz. Kemudian dia banyak bergaul dengan para musisi Jazz dan
berdialog. Betapa terkejutnya ia bahwa ternyata sangat banyak tokoh Jazz yang
mengolah musik Bach untuk diimprovisasi dalam tata gramatik Jazz. Selain sifat
musiknya itu sendiri, aspek teknik kompositoris dalam musik Bach sangat
memungkinkan untuk dilakukan pengolahan yang sangat improvisatif.
Berikut
saya sertakan cantus firmus dari
karya Bach dalam “Notebook for Anna Magdalena Bach”. Judulnya “MUSETTE”. Dalam
birama biner, lanskap melodiknya seperti ini:
(gambar 1)
Dari
lanskap melodik tersebut, kita dapat melakukan pengolahan dengan relatif mudah,
misalnya
dengan lanskap melodik seperti ini:
(gambar 2)
Nampak bahwa
biramanya dengan sangat luwes bisa diubah menjadi common time. Alur melodiknya juga bisa dikembangkan sampai pada
pengembangan harmoniknya. Hal semacam ini akan sangat sulit dilakukan pada
musik karya komposer lainnya. Misalnya saja karya Vivaldi. Kita harus
berkeringat dahulu untuk melakukan pengembangan sebagaimana yang kita lakukan
terhadap karya Bach.
Pokok persoalan
berikutnya adalah, apa gunanya mengetahui bahwa “Bach is Jazz”? Secara ekonomi dan finansial tentu tak ada gunanya
sama sekali. Bahkan mungkin hanya merupakan bacaan yang dibaca sepintas kilas
karena ada gambarnya saja. Di sisi lain, jika orang mau meluangkan waktunya, mestinya
banyak hal yang dapat kita maknai dan kita jadikan makna untuk memperkaya rona
kehidupan kita.
Bahwa musik
memang senantiasa memiliki tata gramatik dan bahasanya sendiri. Namun tetap ada
pertalian universal yang mengatasnamakan passion.
Bahwa apapun genre musiknya, passion nya selalu hadir dalam kandungan
yang sama. Orang boleh berbangga dengan musik Klasik, orang boleh juga picik
mengunggulkan jenis musik tertentu. Fenomena “Bach is Jazz” sudah menjelaskan bahwa ada benang merah, yakni passion yang mempertautkan aspek musikal
apapun itu genrenya.
Orang sering
menganggap bahwa Bach adalah segalanya dalam musik Klasik. Anggapan itu sah sah
saja adanya. Bach memang super extraordinary
dan termasuk salah satu karya Tuhan yang paling representatif dalam musik. Yang
jadi persoalan adalah orang sering menganggap bahwa musik Bach itu harus tepat
teks tanpa melihat konteksnya. Sejatinya musik Bach sangat kompleks, termasuk
salah satunya adalah sifatnya yang improvisatif.
Jazz sendiri
sering dipandang sebagai ranah musikal yang penuh “kekeliruan”. Dalam batas
tertentu memang benar. Tata harmoni Jazz misalnya, dapat membuat paradigma
harmoni klasik menjadi sakit mata dan sakit kepala. Setidaknya “Bach is Jazz” mau berujar bahwa bukan
pada tempatnya memperbandingkan atau bahkan menelaah dan juga mengkritisi genre musik melalui sesuatu yang bukan
ranahnya. Yang utama barangkali adalah bagaimana mengedepankan passion, sehingga apapun musik kita
sejauh itu passionate dan jujur, itu
adalah musik yang sejati.