Oleh: Michael Gunadi Widjaya
(Artikel majalah STACCATO edisi Juni 2012)
Musik Jazz pada awalnya bukanlah sebuah musik yang popular,
namun dalam perkembangannya, Musik Jazz mampu mengepakkan sayap dan
menghembuskan pengaruhnya pada berbagai genre
musik, tak terkecuali Musik Populer. Konsekuensi dari merebaknya pengaruh Jazz
dalam berbagai genre musik adalah
bahwa Jazz itu sendiri menerima banyak masukan elemen dari genre musik lainnya. Inilah yang membuat sulit dan agak repot
memindai ciri utama Jazz dalam ranah musikal di era sekarang ini.
Istilah JAZZ sendiri lahir belakangan setelah Blues
lebih dahulu populer. Blues menjadi
populer karena meneriakkan sebuah pemberontakan; Pemberontakan yang tetap
berbalut nuansa estetis yang tidak chaostic.
Kepopuleran Blues melahirkan sebuah
pemberontakan yang lebih radikal dalam batasan pendobrakan normatif golongan
kulit putih, termasuk kemapanan normatif dalam musik orang kulit putih saat
itu, yakni Musik Klasik, Pendobrakan kemapanan ini dilakukan dengan
menyemburatkan aura jiwa yang ingin bebas, yakni IMPROVISASI dan inilah jiwa
dan kesejatian dari Jazz.
Mungkin akan menarik jika sekilas menelisik napak tilas Musik
Jazz. Untuk sejenak mencecap makna akan jenis musik yang merupakan bagian
sublim dari eksistensi hakekat manusia. Jazz yang identik dengan bebas
bertanggung jawab.
RAGTIME
Perkembangan Jazz diawali dengan era Ragtime. Banyak kritikus yang berujar bahwa era Ragtime adalah sebuah era saat kaum
kulit hitam mencoba memainkan instrumen musik orang kulit putih, tanpa kenal
aturan normatif musikalnya. Dengan kata lain, Ragtime adalah musik putih yang dimainkan dengan rasa hitam. Banyak
pula musikolog yang menyebut era Ragtime
ini dengan istilah “The Golden Age of Straight Piano” - Piano solo tanpa pengiring
dengan norma musikal baru. Legenda dari era ini adalah Scott Joplin dengan master piecenya
“The
Entertainer.”
DIXIELAND
Dixieland merupakan era terpenting dalam perkembangan musik Jazz.
Dalam era inilah Jazz mulai mendapat bentuk yang sedikit makmur. Mulai
dipergunakan alat tiup. Orang kulit putih pun mulai tertarik memainkan musik Jazz.
Meski istilah Jazz sendiri belum dikenal. Pusat dari sinkretisme budaya
tersebut terjadi di kota New Orleans. Saat itu dikenal Jazz rasa putih dan Jazz
rasa hitam. Jazz rasa putih masih kental dibumbui kepatuhan normatif dari Musik
Klasik. Perkataan Dixieland itu sendiri merujuk pada istilah bagi Jazz rasa
putih.
Istilah Jazz muncul pertama kali dalam koran San Francisco Buletin terbitan 6 Maret
1913. Saat itu Jazz ditulis sebagai “Jass” dengan dua s. Istilah Jazz
seperti kita kenal sekarang barulah muncul pada 5 Agustus 1917 dalam harian The New York Sun.
Ada sebuah fenomena dalam era Dixieland ini.Yakni kiprah
sang legenda Jazz, Louis Armstrong. Hit
nya adalah “Hello Dolly” yang diadaptasi dari sandiwara panggung karya Jerry Herman.
SWING
Setelah melewati satu dekade timbulah era Swing. Ciri era
ini adalah dipergunakannya metrum 4/4 sebagai sajian forma utuh setelah dalam
era sebelumya didominasi metrum 2/4. Era Swing adalah sebuah era penting dalam napak
tilas perkembangan musik Jazz. Dalam era Swing inilah musik Jazz untuk pertama kalinya
diorkestrasi. Duke Ellington adalah
pengukir sejarah dalam fenomena ini. Masterpiece
adalah Take The “A” Train. Duke Ellington termasuk komposer yang sangat
produktif. Dalam segala suasana dia bisa mengkomposisi, termasuk saat di WC. And it’s true! Kadang sketsa tematiknya
disketsa dengan toilet paper.
Swing dengan orkestrasinya kemudian menjadi pakem, menjadi patokan akan rasa Jazz
yang dikenal dan dipegang teguh hingga detik ini. Orang kemudian mengapresiasi
beberapa stillo atau gaya dalam era ini. Ada yang menyebut Bluesy Swing, Classic Swing,
Popular Swing, bahkan diklaim sebagai
Mainstream Jazz. It’s ok dan sah-sah saja meski agak membuat kepala pusing ya...
BEBOP
Sifat kebebasan dalam era Swing mulai mendapat ranah yang
lebih spesifik dalam era Bebop. Meski terdengar saling berkejaran dan tiap
instrumen seolah berimprovisasi mandiri, sebetulnya kerangka improvisasi dalam
Bebop sangatlah ketat. Di era ini Big Band pun mulai bermunculan. Yang paling
fenomenal adalah big band pimpinan dari Glenn
Miller yang kemudian berkembang menjadi orkes Jazz. Saat membicarakan tentang
Bebop, orang tidak akan pernah lupa pada Charlie
Parker dan Dizzie Gillespie dengan
terompet berbentuk tanduk rusa nya.
COOL JAZZ
Kecemerlangan Swing dan Bebop pada akhirnya memudar. Saat
jaman keemasan kedua aliran utama Jazz itu surut, timbulah aliran Cool Jazz. Berciri
cool, halus, dan tenang. Cool Jazz
banyak melahirkan legenda Jazz yang dikenang hingga sekarang. Miles Davis - sang legenda Jazz
sepanjang masa, John Lewis, dan Tedd Dameron. Miles Davis meski berasal
dari era Cool Jazz, Pengaruhnya mengimbas sampai pada Jazz Modern, terutama
frase trumpetnya yang hemat nada namun sangat efektif. Juga penampilan Miles
Davis yang dingin dan cuek menjadi kegemaran banyak pemusik Jazz
HARD BOP
Era ini dimulai saat Quincy
Jones yang waktu itu masih belia, memainkan Bebop dengan gaya yang lebih
modern - yakni mengorkestrasi Bebop dengan disiplin musik Klasik Eropa. Selain
disiplin musik klasik Eropa juga dihembuskan sesuatu yang berbeda - dalam arti
nyaris mendahului eranya. Fenomena ini dipelopori Modern Jazz Quartet yang
merupakan Quartet Jazz paling melegenda. Disiplin musik Klasik dan elemen
elemen kontemporer pada saat itu menarik juga aliran musik Avant garde. Bersama sama kemudian timbullah era Free Jazz.
FREE JAZZ
Dikatakan Free Jazz karena dalam era ini banyak pengaruh
musik tradisi dari banyak negara bahkan banyak benua. “Take Five” oleh Dave Brubeck. Dengan materi garapan
metrum 5/4 yang merupakan pengaruh musik India. “Desafinado” oleh Stan Getz (saxophone) dan Charlie Byrd
(guitar) yang adalah reinkarnasi
musik tradisional Brazil. Lagu “Exodus” dari Eddie Harris yang adalah sebuah bentuk lain dari musik R’n B. Kemudian
ada juga pengaruh musik Timur Tengah, seperti yang dibawakan oleh John Coltrane dan Yusuf Latief.
Tahun-tahun kejayaan Free Jazz mencapai puncaknya pada
sebuah festival “Jazz Meets World”
atau Jazz menyapa dunia di Berlin bagian barat pada tahun 1967. Indonesia
mengikuti festival tersebut diwakili oleh Indonesian
All Stars yang beranggotakan: Bubi Chen, Jack Lesmana, Yopie Chen, Benny
Mustafa, Maryono dan seorang klarinetis tamu Tony Scott (USA).
FUSION
Perbedaan Fusion dengan Free Jazz bisa diilustrasikan
demikian: Free Jazz adalah Jazz yang menerima elemen genre musik lain, sedangkan
FusionJjazz, elemen genre musik lain
tersebut bukan hanya mempengaruhi melainkan berdifusi atau melebur. Jadi dapat
dikatakan bahwa Fusion adalah sebuah genre
original tersendiri dalam napak tilas
musik Jazz.
Orang sering mengatakan bahwa Fusion bukanlah Jazz karena
elemen-elemen yang terdapat pada era Mainstream teutama era Swing, menjadi
pudar akibat fusi dari elemen genre musik lain. Sebetulnya idiomatik dan tata
gramatik Jazz tetap dipertahankan dalam musik Fusion Jazz. Dan jiwa Jazz yakni
improvisasi, dalam Fusion Jazz malahan tampil lebih kental. Hanya saja corak
atau tipikal improvisasinya yang tak lagi mempergunakan kerangka improvisasi
era Swing.
Secara esensial dapatlah dikatakan bahwa konsep musikal Jazz
Fusion adalah: Jazz + Rock + Rhythm &
Blues + elemen genre musik outside Jazz.
Para macan Jazz yang kita kenal sekarang lebih sering
mengusung Fusion Jazz, meskipun pendekatan musikal tetap saja memakai pakem Jazz yang baku. Mereka adalah Chick Corea, Dave Grusin dan terutama pianis yang sangat ekspresif Keith Jarrett.