Thursday, 28 June 2012

Golden Fingers in Kawai News Letter

My reportage article for  KAWAI NEWS LETTER .
Its a Kawai Company Bulletin which distributed ALL OVER THE WORLD.
Its about The World Best Piano for The Great Indonesian Musical Project,
The Golden Fingers Piano Ensembles directed by Jelia Megawati Heru,M.Mus.Edu


“KAWAI” THE BEST PIANO IN THE WORLD
FOR GOLDEN FINGERS PIANO ENSEMBLES
by: Michael Gunadi Widjaja

Has comes into your mind when the word strings comes up?

Most people would immediately associate it with violin. However, strings in classical music can also be implemented for other instruments such as piano or a guitar that uses strings as it main part.

The piano is pretty much intimate instrument that work fantastically for solo, group ensemble or orchestra. But not many know that the piano alone or a bunch of guitars can be an ensemble of its own and entertain us with a rich range of melodies. A piano that is played by two people, three people or even four people could actually give you less monotone and a more interactive performance to watch. This is the essence that Jelia Megawati Heru has captured and implemented in her performance: “Golden Fingers Piano Ensembles” March 4th, 2012 at Taman Budaya Tegal, Central Java – as the soft opening for the most representative cultural arena theatre of the city with capacity of 1000 seats, professional lightings, and stage.

Jelia Megawati Heru is a music educator who graduated from Fachhochschule Osnabrueck Konservatorium Institut fuer Musikpadagogik and majored in music education for piano in Germany. She created event that will showcase the young teachers that she developed to participated in her music program. The Golden Fingers is not just an usual piano ensembles group, but a pilot project to implement the concept of  “Music from Passion”. Jelia believes that the piano ensemble is not only about playing piano together, but it is an actual effort to liven up the music.

About 15 repertoires from one piano - four hands, six hands, two pianos - eight hands to two pianos - twelve hands are chosen with various genres from Classical, Pop, Jazz, even traditional folksongs of Indonesia like Dang Dut. Featuring the imitation sound of the typewriter & interactive Leroy Anderson’s “The Typewriter” (for one piano – four hands) with note bells, theatrical Ralph Federer’s “Scarlet Cape”, William Gillock’s “Champagne Toccata”, and sensual composition of Indonesian composer Michael Gunadi Widjaja “Kemben” (for two pianos - eight hands) among others. With 6 talented pianists lining up for this event, these two-hours long concerts would be very dynamic and attractive to watch.

That night, KAWAI RX-5 is able to accommodate the needs of Golden Fingers Piano Ensemble to produce a good accurate musical tuning, create rich differs tone character, also great mechanism touch, that makes the music much more passionate. Even the city major of Tegal, Mr. H. Ikmal Jaya SE, Ak. also gave a special music performance in that evening. KAWAI RX-5 has proven itselves worthy to hold the title as one of the best piano in history of Tegal. It seems that piano nowdays has something more to offer than just a piano after all like what Hirotaka Kawai said "At Kawai, the quest for perfection is not just an ideal... but a duty."

KAWAI as "The Future of the Piano" has made ​​history that the piano music is an art that can’t be separated from the piano as a product of art with precision and accuracy as well as exceptional accuracy. No wonder if George Kolakis said KAWAI Piano is one of the best in the world!

Sunday, 24 June 2012

Resensi Buku Musik Teori


MUSIK DALAM RANAH TEORITIK

Resensi Buku  
PENGETAHUAN DASAR MUSIK TEORI UNTUK SEMUA INSTRUMEN
karya JELIA MEGAWATI HERU,M.Mus.Edu

Buku karya Jelia Megawati Heru,layak untuk disambut gembira.Dan tentu di apresiasi.Oleh semua kalangan yang berkutat dalam music juga oleh siapa saja yang ingin menyapa dan menggeluti music sampai pada esensinya yang dalam.Di tengah sangat langkanya buku tentang music dalam bahasa Indonesia dan ditulis oleh orang Indonesia.Buku ini diterbitkan oleh Kementrian Pendidikan Nasional,dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Pendidikan Non Formal dan Informal Direktorat pembinaan Kursus dan kelembagaan,dan terbit pada 2010.Ditilik dari penerbitnya,jelas bahwa buku ini sangat representative dalam artian sebuah buku untuk public.Tentu tujuan instruksionalnya adalah member pembelajaran dan pendidikan music yang baik dan benar bagi masyarakat.Direktorat dan sub Direktorat yang dipercaya menerbitkan buku ini,jelas mengacu pada keperluan pendidikan luar sekolah atau sector non formal dan informal.Secara tegas dalam hal ini adalah kursus-kursus music.Memang jika kita perhatikan dengan seksama,justru kursus-kursus music itulah yang menjadi tulang punggung perkembangan pendidikan musiki di tanah air.


Jelia Megawati heru sendiri adalah seorang music educator alumni Jerman.Dan banyak menggeluti bidang pendidikan music.Juga melakukan fungsi advisory pada sekolah music dan kursus music,selain memberikan seminar seputar pendidikan music.

Judul buku adalah Pengetahuan Dasar Musik Teori untuk Semua Instrumen.Yang menarik adalah,judul tidak menyebut TEORI MUSIK melainkan MUSIK TEORI.Dengan demikian,buku ini bukanlah sebuah paparan teori tentang music,melainkan lebih dari itu.Buku ini adalah buku music dalam ranah teoritiknya.

Kata Pengantar diberikan oleh Direktur Pembinaan Kursus dan Kelembagaan dari Kementrian Pendidikan Nasional.Bahwa buku ini merupakan bagian dari uji standar kompetensi yang terus berkembang dan berkesinambungan.Agar tiap individu yang berkompeten meningkatkan keahliannya dalam hal ini adalah music,memiliki semacam panduan.Tujuan akhirnya adalah sebuah standar kompetensi bagi lembaga non formal agar lulusannya dapat bersaing dengan lulusan lembaga formal.Dengan demikian,untuk kebutuhan sebuah standar kompetensi,tersirat juga sebuah muatan bagi jalur pendidikan formal.Agar buku ini juga menjadi semacam buku rujukan utama.

Jelia Megawati Heru dalam Pendahuluan bukunya,menekankan bahwa buku ini adalah pengetahuan music yang paling dasar dan disajikan dalam paparan sederhana yang dilengkapi rangkuman,table,dan disusun secara metodik dan sistematis.Jelia mengharap agar buku ini dapat dimanfaatkan bagi siapa saja yang mencintai music dan ingin menjadikan music sebagai passion dalam hidupnya.Melalui proses belajar secara sistematis dan terarah serta dengan parameter pencapaian belajar yang jelas.

Pengetahuan Dasar Musik Teori Untuk Semua Instrumen,terdiri dari 296 halaman termasuk lampiran dan daftar pustaka rujukan.Disajikan dengan tata warna termasuk foto dan table.Sistematikanya terbagi dalam 7 bab.
Bab I     Hal Ikhwal Musik
Bab II    Notasi Musik
Bab III   Tentang Ritmik
Bab IV   Interval
Bab V    Akord
Bab VI   Tangganada
Bab VII  Aspek Penyajian Musik

Bab I dimulai derngan definisi dan music secara konseptual.Jelia memaparkan definisi music secara historic dengan menyertakan mitologi Yunani tentang dewa-dewa yang bermusik.Digagas juga tentang peran dan fungsi music terutama dalam hubungannya dalam konteks inter disipliner keilmuan.pengertian dan konsep music kemudian mengerucut pada esensi musical yakni nada.Jelia membahasnya dengan paparan bahasa sederhana dan mudah dipahami,meski ranah pembahasannya bertalian dengan teori fisika dasar tentang frekuensi dan bunyi sebagai gelombang.Konsep nada menyertakan paparan detail sampai kepada system tala.Bab I diakhiri dengan meletakkan dasar tentang elemen music bagi pembahasan bab berikutnya.

Bab II secara khusus membedah music dalam ranah sebuah materi yang literer.Bab ini bicara tentang notasi dan symbol music.Pembahasan Jelia dalam bab ini sangat edukatif sehingga memungkinkan bab II ini dipakai sebagai rujukan utama dan bahkan buku teks bagi siswa music yang masih berusia dini.Banyak konsep baru dalam bab II ini.Seperti halaman 35,yang memandang fisik not dalam system koordinat.Sumbu x yang horizontal meiliki parameter duration dan sumbu y vertical untuk pitch atau laras.Juga tentang Beam atau pengelompokan berdasar nilai not.Jelia mengkonsepkan sebagai dasar aliran ritmik (halaman 39).


Bab III secara mendalam berbicara tentang ritmik.Bukan ritmik sebagai pola stillo ritmiko melainkan ritmik dalam hal yang essensial.Seperti marka Slur,tanda birama,birama tunggal dan birama majemuk atau compound time signature.Nampak jelas bahwa Jelia menekannkan ritmik sebagai sebuah konsepsi aplikatif dalam hubungannya dengan aliran frase atau kalimat music.Bab I sampai dengan III dapatlah dikatakan berisi hal-hal prinsip yang mendasar bagi music sebagai konsep.Untuk pemahaman dan pendalaman bagi pengguna,Jelia menyertakan juga latihan-latihan di tiap bab ini secara sangat komprehensif.




Bab IV mengenai Interval.Sebuah pendeskripsian “jarak” antar nada dan merupakan dasar bagi penyusunan akord.Dalam buku ini dijabarkan interval dengan sangat mendalam.Nyata benar bahwa Jelia telah mengupayakan agar buku ini dapat menjadi dasar bagi pemahaman harmoni pada music modern.Untuk itu pembahasan interval meluas sampai pada complementary interval dan bahkan consonant dan dissonant interval.Dissonant interval adalah dasar bagi penyusunan harmoni progresif dari music Jazz.

 


Bab V sebetulnya adalah aplikasi atau penerapan dari bab IV.Yakni tentang Akord.Sebagaimana peletakan dasar saat membicarakan interval,pembahasan tentang akord juga sangat luas namun tetap dengan bahasa dan langkah-langkah yang sederhana dan mudah dimengerti.Dibahas juga tentang Cadens atau gerakan akord sebagai penutup.Sebagai bahan latihan,Jelia memilih Prelude Welltempered dari J.S Bach.Prelude Bach ini tersaji dalam teknik arpeggio dengan struktur akord yang sangat kompleks.Diandaikan jika seseorang telah dapat menganalisa akord dalam Prelude Bach ini,sesuai uraian penjabarannya,dapat dipastikan adanya persepsi dan apresiasi yang positif khususnya terhadap akord dalam music modern,yang seringkali sangat “asing” bagi telinga kebanyakan orang.

 


Bab VI secara khusus bicara tentang tangganada atau scale.Pokok bahasan ini memang agak controversial.Beberapa musikolog menganggap scale penting untuk mengetahui geografi dan penguasaan instrument.Sebagian lagi menganggap scale adalah membosankan dan tidak efektif serta menghabiskan waktu saja.Namun Jelia membahas tangganada atau scale dalam konteks materi music teori.Yang dibahas adalah keterkaitan tangganada dengan akord.Ini sangat penting sebagai dasar untuk mengapresiasi dan bahkan melakukan improvisasi pada music modern.


Bab VII Tentang petunjuk penyajian music.Lebih kepada aspek musikalitas.Seperti dinamika dan sekilas teknik direksi untuk menjalankan fungsi dirigen.Sebagai pelengkap disertakan table yang memuat nomenclature istilah music dalam bahasa Italia disertai penjelasannya yang sangat gampang dipahami.Juga terdapat FLASH CARD atau bahan untuk digunting dan menjadi kartu tebak tebakan.Ini sangat pas bagi siswa anak-anak.
Hampir tak ada kekurangan dalam buku ini.Jikapun ada adalah jika buku ini hendak dipakai sebagai rujukan utama,tenaga edukatifnya perlu memiliki pemahaman yang layak.Karena meskipun sangat sistematis,cakupan dalam buku ini juga tergolong luas.Beberapa bab dalam kegiatan pengajaran saya,memang dapat dipahami siswa dan orang tua secara mandiri.Beberapa lagi menuntut lebih banyak contoh dari tenaga pengajar.Masalah lain adalah bahwa sampai hari ini,Kementrian Pendidikan Nasional belum mendistribusikan buku ini secara signifikan.Maksud dari resensi ini juga sebetulnya adalah preview.Terhadap karya anak bangsa dalam ranah pendidikan music sebagai upaya penyebaran materi pendidikan music yang layak.

Saturday, 23 June 2012

Komposisi Musik "Sebuah Pengantar Populer"

KOMPOSISI MUSIK
“SEBUAH PENGANTAR POPULER”
Oleh: Michael Gunadi Widjaja
(Komposer dan Pekerja Musik)

Artikel STACCATO edisi Mei 2012 


  

Terlebih dahulu perlu diberikan catatan tentang artikel ini. Artikel ini sama sekali bukan telaah ilmiah tentang komposisi musik. Artikel ini semata adalah sebuah pengantar tentang pemaknaan dan lingkup komposisi musik, dalam gaya populer.

Ada sebuah dialog demikian:
A          : “Mbak kuliah di jurusan apa ?”
B          : “Fakultas Seni Pertunjukan Mas……musik..”
A          : “ Mau jadi pemain piano ya, Mbak ?”
B          : “Oooo ndak, Mas…saya di jurusan komposisi “
A          : “Komposisi ???!!!! ….Waaaahhh…mau jadi pengarang lagu ya, Mbak?”

Kebanyakan orang pada lazimnya senantiasa memaknai komposisi (musik) melulu hanya sebagai bidang studi yang menjadikan orang mampu dan piawai mengarang lagu. Mengarang dan bukan mencipta. Karena untuk dapat disebut mencipta, seseorang harus berkreasi dengan material yang seratus persen baru dan belum pernah ada. ST 12, bagi Saya adalah pengarang lagu, karena materi lagunya berasal dari sistem tonal diatonis yang memang sudah ada. Berbeda dengan Arnold Schoenberg misalnya. Schoenberg adalah pencipta, karena materi musiknya berasal dari sistem Duodekatonik hasil penemuannya.

Komposisi memang terkait dengan urusan karang-mengarang lagu dan musik. Namun intisari dari beberapa kamus musik terkemuka, memberi batasan pengertian, bahwa kata “komposisi musik” merujuk pada: karya musik yang original. Telaah struktur karya musik dan proses kreasi musikal. Orang yang melakukan kegiatan komposisi musik diberi sebutan composer atau komponis.

Hasil komposisi musik dapat bersifat literer. Dalam arti tersaji secara tertulis. Bisa juga dalam bentuk ingatan. Sifat sajian komposisi musik ini bergantung pada bentuk dan perkembangan budaya manusia. Musik Klasik misalnya, hampir selalu tersaji secara literer, karena komposer musik klasik selalu memulai proses kreasinya dengan meng-konsep terlebih dahulu ide musikalnya. Berbeda dengan gendhing misalnya atau RAGA India. Komposisi gendhing sejati senantiasa dilakukan secara komunal dan kesesaatan atau real time. Lalu bagaimana dengan yang disebut sebagai gendhing karya Ki Nartosabdo? Tentu gendhing Ki Nartosabdo tidak dikerjakan rame-rame atau komunal. Bentuk demikian disebut sebagai gendhing kreasi.


Komposisi musik bukanlah sebuah bidang telaah dan studi yang mandiri. Kehadirannya senantiasa ditopang oleh bidang studi yang lain, diantaranya:

  • Ilmu Harmoni (Harmony)
Agar orang yang akan mempelajari komposisi memahami betul normatif kepatutan dan kelayakan dalam budaya manusia tentang rasa bunyi yang selaras.

  • Ilmu Bentuk dan Analisa (Form Analysis)
Untuk dapat dijadikan dasar telaah rasional terhadap materi musikal.

  • Sejarah musik (History of Music)
Untuk landasan pijak tentang perkembangan hal-hal yang telah dicapai manusia, dalam rangka menghadirkan sebuah bentuk nilai estetis seni bunyi.


Selain itu, terdapat pula pengetahuan tentang teknis komposisi. Yang paling popular adalah counterpoint atau kontrapunkt. Teknik ini berasal dari beberapa abad yang lampau. Namun sampai hari ini masih tetap dijadikan teknik utama dalam mengkomposisi musik. Dalam kontrapunkt inilah bunyi dianggap sebagai organum hidup. Yang memiliki alur, karakteristik, kecenderungan, dan sifat-sifat layaknya sebuah organisme hidup.

Komposisi musik bukan sekedar upaya penambahan repertoire. Komposisi musik adalah cerminan perjalanan budaya manusia. Perjalanan budaya dalam mengolah rasa. Untuk memaknai keselarasan bunyi. Dalam bentuknya, komposisi dapat sangat kompleks, ruwet dan njlimet. Namun bisa juga komposisi hadir sebagai aransemen yang sederhana. Memperkaya sebuah progresi akor pun sudah merupakan sebuah komposisi. Improvisasi pun termasuk komposisi. Karena pada hakekatnya, improvisasi merupakan kegiatan merangkai materi musikal, hanya saja dilakukan dengan spontan.

Sering timbul sebuah persepsi unik di masyarakat. Seperti misalnya anggapan demikian: Waaah..untuk apa susah susah belajar di jurusan komposisi.Tuh si Anu… lulusan SMP doang,jrang jreng gitar… jadi deh lagu…… Dan… dia rekaman trus bisa beli rumah dan Innova lho. Lha yang lulusan sekolah tinggi musik jurusan komposisi… aduh cing, mo kredit motor aja susah…

Persepsi demikian tidak seratus persen salah, namun tentu tidak seratus persen betul. Dalam batas tertentu, misalnya sebagai ungkapan protes sosial, orang yang memiliki naluri bermusik yang tajam bisa saja menjadi composer ‘dadakan’. Hanya saja, harus tetap diingat bahwa musik memiliki dimensi yang sangat luas. Musik adalah pengejawantahan karsa dalam karya yang tidak hanya mengusung masalah cinta dan protes sosial. Musik bisa melantunkan filsafat, terkadang musik bisa menyanyikan derita tanpa harus menjadi ‘cengeng’ dan.. musik juga bisa menjadi sangat sexy, bahkan erotis. Nah, jika urusannya sudah sampai dalam tahap ini, mau tidak mau orang harus mengenyam sebuah proses edukasi dalam berkomposisi.


Komposisi musik seni, di Indonesia, belum dapat dikatakan menyejukkan. Banyak komposer handal yang lebih memilih berkiprah di komunitas manca negara. Nampaknya perlu sebuah pembudayaan untuk memberi porsi pada karya komposer lokal. Faktor lain adalah masih sulitnya mencari penerbit yang mau menerbitkan komposisi musik seni dari komposer dalam negeri. Sudah waktunya negeri ini menghidupkan sebuah asosiasi bagi para komposer Indonesia, agar komposisi yang bernuansa lokal dapat menggalang keterpaduan dalam bidang yang lain, seperti layaknya music education dan kelompok-kelompok penampil musik seni lainnya.

Mengenal komposisi musik dapat dikatakan adalah menelusuri napak tilas peradaban manusia, yang selalu mengembangkan persepsi auditifnya tentang apa yang dimaknai sebagai keselarasan bunyi, dan muara akhirnya adalah bahwa Sang Pencipta sungguh telah mengaruniakan berjuta makna dan misteri tentang bunyi.

"JUST JAZZ"

“JUST JAZZ”
Oleh: Michael Gunadi Widjaja
(Komposer dan Pekerja Musik)

Artikel Majalah STACCATO edisi Maret 2012



 

Judul artikel di atas adalah sebuah judul yang ONOMATOPOETIC. Susunan kata yang terasosiasi dengan sebuah bunyi. Sama halnya dengan istilah Dang Dut yang terasosiasi dengan bunyi kendang. Istilah JUST JAZZ adalah trademark dari mendiang Jack Lesmana. Dan dipadankan ke dalam bahasa Indonesia menjadi JAZZ SAJA. Dalam blantika Jazz, istilah atau nomenclature teknis tidaklah begitu signifikan untuk dibicarakan, karena Jazz bersifat sangat individual. Barangkali hal itulah yang merupakan filosofi terselubung dari istilah “just jazz” oleh Jack Lesmana, si macan Jazz Indonesia.

Sedemikian individualnya Jazz, hingga ada ungkapan bahwa: “JAZZ TIDAK AKAN PERNAH DAPAT DIMENGERTI NAMUN SELALU DAPAT DINIKMATI” Maka ketika ada kursus musik atau instruktur musik yang memberikan pelajaran tentang PIANO JAZZ misalnya, saya menjadi agak bingung. Macam apakah materi kursusnya? Beberapa orang “pengajar” Jazz yang saya temui, memaparkan bahwa kursus piano Jazz terdiri dari: teknik menyusun chord, ritmik sinkopasi, cara ber-improvisasi, disamping teknik fingering untuk meningkatkan keterampilan jari. Jika demikian materinya, apa bedanya dengan pelajaran piano pada umumnya? Mengapa harus ada claim bahwa “ini” pelajaran Piano Jazz?


Jazz memang memiliki ragam harmoni tersendiri, termasuk karakter harmoni dan progresinya yang memang bisa sangat progresif. Para musikolog seperti DR. Hugo Riemann dalam Jazz Harmonielehre, memang menjelaskan dengan panjang, lebar, luas, dan dalam - seputar harmoni Jazz. Namun, jangan dikira bahwa jika seseorang bisa membunyikan progresi chord disonan dengan Major 7th, half diminished, #13, altered, kemudian bisa mengklaim bahwa dirinya sedang bermain Jazz.

Harmoni - dalam hal ini chord yang disonan (orang awam menyebutnya “akor miring”) bukan monopoli Jazz. Musik klasik abad ke-20 banyak memakai harmoni semacam ini.

Syncopation atau pola irama yang sinkopatik, memang adalah elemen utama dalam Jazz. Tetapi memainkan lagu BURUNG KAKATUA dengan gaya sinkop, belumlah dapat dikatakan bermain Jazz. Musik Bela Bartok penuh sinkopasi, namun musik Bela Bartok sangat tidak Jazz.

Adalah benar bahwa improvisasi adalah jiwa musik Jazz. Pertanyaannya, apakah jika seseorang bisa merangkai melodi dalam koridor progresi harmoni tertentu, lalu bisa dikatakan dia bermain Jazz atau “Jazzy”? Improvisasi memang jiwa musisi Jazz, namun bukanlah monopoli musik Jazz. Musik JS. Bach sarat dengan improvisasi, Sonata WA.Mozart juga sangat memungkinkan adanya improvisasi, dalam bentuk Cadenza* misalnya. (*Cadenza merupakan bagian akhir dalam babak karya musik, dimana solis diberi kesempatan untuk menunjukkan kepiawaian tekniknya).

  

Mudah-mudahan sampai disini kita tidak menjadi sakit kepala ya..hehehehe…lanjuuut ya… Jadi dengan demikian, apa yang membuat seseorang dikatakan bermain Jazz? Jawabannya adalah: RASA JAZZ! The Touch of Jazz. Rasa Jazz ini TIDAK PERNAH DAPAT DIAJARKAN NAMUN SELALU DAPAT DILATIH. Kok bisa begitu sih? Ya bisalah! Karena Jazz secara prinsipiil idiomatik terjadi saat para budak kulit hitam dengan tergagap gagap namun dengan musikalitas tinggi, mencoba memainkan musik klasik yang dimainkan majikannya. Dengan demikian, bicara Jazz adalah bicara rasa, bukan bicara tentang presisi keteraturan yang baku. Di konservatori musik, departemen Jazz selalu menyajikan kurikulum dan metode sebagaimana lazimnya general music education. Barulah diperdalam dengan mendengar…mendengar...mendengar...dan bermain ensembel.

Lalu kira-kira apa yang harus dilakukan, jika seseorang ingin bermain Jazz yang Jazz? Hal pertama adalah, dia harus sudah terlepas dari semua hambatan teknis bermain instrumennya. Dia harus memiliki teknik yang baik dan benar dalam instrumennya. Untuk itu, petunjuk dari music educator seperti Jelia Megawati Heru, M.Mus.Edu sangat perlu untuk diindahkan dan diterapkan. Juga pengetahuan harmoni dasar, dan tentu saja perbanyak mendengarkan repertoire Jazz.

Untuk sebagian orang dengan pola budaya tertentu, Jazz bisa jadi sebuah ungkapan yang sangat natural. Untuk sebagian yang lain, Jazz adalah sebuah discipline applied musical field. Namun apapun itu…ahh…let’s JUST JAZZ!!!

Napak Tilas Musik Jazz


NAPAK TILAS MUSIK JAZZ
Oleh: Michael Gunadi Widjaya
(Artikel majalah STACCATO edisi Juni 2012)


Musik Jazz pada awalnya bukanlah sebuah musik yang popular, namun dalam perkembangannya, Musik Jazz mampu mengepakkan sayap dan menghembuskan pengaruhnya pada berbagai genre musik, tak terkecuali Musik Populer. Konsekuensi dari merebaknya pengaruh Jazz dalam berbagai genre musik adalah bahwa Jazz itu sendiri menerima banyak masukan elemen dari genre musik lainnya. Inilah yang membuat sulit dan agak repot memindai ciri utama Jazz dalam ranah musikal di era sekarang ini.

Istilah JAZZ sendiri lahir belakangan setelah Blues lebih dahulu populer. Blues menjadi populer karena meneriakkan sebuah pemberontakan; Pemberontakan yang tetap berbalut nuansa estetis yang tidak chaostic. Kepopuleran Blues melahirkan sebuah pemberontakan yang lebih radikal dalam batasan pendobrakan normatif golongan kulit putih, termasuk kemapanan normatif dalam musik orang kulit putih saat itu, yakni Musik Klasik, Pendobrakan kemapanan ini dilakukan dengan menyemburatkan aura jiwa yang ingin bebas, yakni IMPROVISASI dan inilah jiwa dan kesejatian dari Jazz.

Mungkin akan menarik jika sekilas menelisik napak tilas Musik Jazz. Untuk sejenak mencecap makna akan jenis musik yang merupakan bagian sublim dari eksistensi hakekat manusia. Jazz yang identik dengan bebas bertanggung jawab.



RAGTIME

Perkembangan Jazz diawali dengan era Ragtime. Banyak kritikus yang berujar bahwa era Ragtime adalah sebuah era saat kaum kulit hitam mencoba memainkan instrumen musik orang kulit putih, tanpa kenal aturan normatif musikalnya. Dengan kata lain, Ragtime adalah musik putih yang dimainkan dengan rasa hitam. Banyak pula musikolog yang menyebut era Ragtime ini dengan istilah “The Golden Age of Straight Piano” - Piano solo tanpa pengiring dengan norma musikal baru. Legenda dari era ini adalah Scott Joplin dengan master piecenya “The Entertainer.”


DIXIELAND

Dixieland merupakan era terpenting dalam perkembangan musik Jazz. Dalam era inilah Jazz mulai mendapat bentuk yang sedikit makmur. Mulai dipergunakan alat tiup. Orang kulit putih pun mulai tertarik memainkan musik Jazz. Meski istilah Jazz sendiri belum dikenal. Pusat dari sinkretisme budaya tersebut terjadi di kota New Orleans. Saat itu dikenal Jazz rasa putih dan Jazz rasa hitam. Jazz rasa putih masih kental dibumbui kepatuhan normatif dari Musik Klasik. Perkataan Dixieland itu sendiri merujuk pada istilah bagi Jazz rasa putih.

Istilah Jazz muncul pertama kali dalam koran San Francisco Buletin terbitan 6 Maret 1913. Saat itu Jazz ditulis sebagai “Jass” dengan dua s. Istilah Jazz seperti kita kenal sekarang barulah muncul pada 5 Agustus 1917 dalam harian The New York Sun.

Ada sebuah fenomena dalam era Dixieland ini.Yakni kiprah sang legenda Jazz, Louis Armstrong. Hit nya adalah “Hello Dolly” yang diadaptasi dari sandiwara panggung karya Jerry Herman.



SWING

Setelah melewati satu dekade timbulah era Swing. Ciri era ini adalah dipergunakannya metrum 4/4 sebagai sajian forma utuh setelah dalam era sebelumya didominasi metrum 2/4. Era Swing adalah sebuah era penting dalam napak tilas perkembangan musik Jazz. Dalam era Swing inilah musik Jazz untuk pertama kalinya diorkestrasi. Duke Ellington adalah pengukir sejarah dalam fenomena ini. Masterpiece adalah Take The “A” Train. Duke Ellington termasuk komposer yang sangat produktif. Dalam segala suasana dia bisa mengkomposisi, termasuk saat di WC. And it’s true! Kadang sketsa tematiknya disketsa dengan toilet paper.

Swing dengan orkestrasinya kemudian menjadi pakem, menjadi patokan akan rasa Jazz yang dikenal dan dipegang teguh hingga detik ini. Orang kemudian mengapresiasi beberapa stillo atau gaya dalam era ini. Ada yang menyebut Bluesy Swing, Classic Swing, Popular Swing, bahkan diklaim sebagai Mainstream Jazz. It’s ok dan sah-sah saja meski agak membuat kepala pusing ya...



BEBOP

Sifat kebebasan dalam era Swing mulai mendapat ranah yang lebih spesifik dalam era Bebop. Meski terdengar saling berkejaran dan tiap instrumen seolah berimprovisasi mandiri, sebetulnya kerangka improvisasi dalam Bebop sangatlah ketat. Di era ini Big Band pun mulai bermunculan. Yang paling fenomenal adalah big band pimpinan dari Glenn Miller yang kemudian berkembang menjadi orkes Jazz. Saat membicarakan tentang Bebop, orang tidak akan pernah lupa pada Charlie Parker dan Dizzie Gillespie dengan terompet berbentuk tanduk rusa nya.


COOL JAZZ

Kecemerlangan Swing dan Bebop pada akhirnya memudar. Saat jaman keemasan kedua aliran utama Jazz itu surut, timbulah aliran Cool Jazz. Berciri cool, halus, dan tenang. Cool Jazz banyak melahirkan legenda Jazz yang dikenang hingga sekarang. Miles Davis - sang legenda Jazz sepanjang masa, John Lewis, dan Tedd Dameron. Miles Davis meski berasal dari era Cool Jazz, Pengaruhnya mengimbas sampai pada Jazz Modern, terutama frase trumpetnya yang hemat nada namun sangat efektif. Juga penampilan Miles Davis yang dingin dan cuek menjadi kegemaran banyak pemusik Jazz


HARD BOP

Era ini dimulai saat Quincy Jones yang waktu itu masih belia, memainkan Bebop dengan gaya yang lebih modern - yakni mengorkestrasi Bebop dengan disiplin musik Klasik Eropa. Selain disiplin musik klasik Eropa juga dihembuskan sesuatu yang berbeda - dalam arti nyaris mendahului eranya. Fenomena ini dipelopori Modern Jazz Quartet yang merupakan Quartet Jazz paling melegenda. Disiplin musik Klasik dan elemen elemen kontemporer pada saat itu menarik juga aliran musik Avant garde. Bersama sama kemudian timbullah era Free Jazz.


FREE JAZZ

Dikatakan Free Jazz karena dalam era ini banyak pengaruh musik tradisi dari banyak negara bahkan banyak benua. Take Five” oleh Dave Brubeck. Dengan materi garapan metrum 5/4 yang merupakan pengaruh musik India. “Desafinado” oleh Stan Getz (saxophone) dan Charlie Byrd (guitar) yang adalah reinkarnasi musik tradisional Brazil. Lagu “Exodus” dari Eddie Harris yang adalah sebuah bentuk lain dari musik R’n B. Kemudian ada juga pengaruh musik Timur Tengah, seperti yang dibawakan oleh John Coltrane dan Yusuf Latief.

Tahun-tahun kejayaan Free Jazz mencapai puncaknya pada sebuah festival “Jazz Meets World” atau Jazz menyapa dunia di Berlin bagian barat pada tahun 1967. Indonesia mengikuti festival tersebut diwakili oleh Indonesian All Stars yang beranggotakan: Bubi Chen, Jack Lesmana, Yopie Chen, Benny Mustafa, Maryono dan seorang klarinetis tamu Tony Scott (USA).


FUSION

Perbedaan Fusion dengan Free Jazz bisa diilustrasikan demikian: Free Jazz adalah Jazz yang menerima elemen genre musik lain, sedangkan FusionJjazz, elemen genre musik lain tersebut bukan hanya mempengaruhi melainkan berdifusi atau melebur. Jadi dapat dikatakan bahwa Fusion adalah sebuah genre original tersendiri dalam napak tilas musik Jazz.

Orang sering mengatakan bahwa Fusion bukanlah Jazz karena elemen-elemen yang terdapat pada era Mainstream teutama era Swing, menjadi pudar akibat fusi dari elemen genre musik lain. Sebetulnya idiomatik dan tata gramatik Jazz tetap dipertahankan dalam musik Fusion Jazz. Dan jiwa Jazz yakni improvisasi, dalam Fusion Jazz malahan tampil lebih kental. Hanya saja corak atau tipikal improvisasinya yang tak lagi mempergunakan kerangka improvisasi era Swing.

Secara esensial dapatlah dikatakan bahwa konsep musikal Jazz Fusion adalah:  Jazz + Rock + Rhythm & Blues + elemen genre musik outside Jazz.

Para macan Jazz yang kita kenal sekarang lebih sering mengusung Fusion Jazz, meskipun pendekatan musikal tetap saja memakai pakem Jazz yang baku. Mereka adalah Chick Corea, Dave Grusin dan terutama pianis yang sangat ekspresif Keith Jarrett.