“MEMPERSANDINGKAN MUSIK BARAT DAN GAMELAN”
by: Michael Gunadi Widjaja
(Staccato, January 2017)
(Staccato, January 2017)
Makalah ini pernah saya bawakan
dalam pertemuan LIGA KOMPOSER ASIA PASIFIK di Selandia Baru pada 2002. Namun
untuk artikel kali ini, tentu telah saya lakukan beberapa pengeditan dan
penyesuaian selaras dan seirama dengan perkembangan zaman.
DEFINISI MUSIK BARAT
Ada satu hal penting yang saya
rasa perlu di garisbawahi batasannya. Yang dimaksud dengan MUSIK BARAT adalah
musik yang berkembang sesuai dengan periodisasi musik yang lazim ditengarai,
jika orang membicarakan Musik Barat dalam akar budaya barat. Tujuan artikel ini
bukan secara klise dan membosankan menelaah perbedaan dan peralian Gamelan dan
Musik Barat. Melainkan sebagai seuntai telaah, agar jika ada yang ingin
mempersandingkan Gamelan dan Musik Barat, dapat terjalin jalinan asmara yang
memang benar-benar mesra.
SEKILAS MENGENAI GAMELAN
Budaya Musik Barat, dapatlah
dikatakan sangat bangga dengan bentuk sajian ORKESTRA dan SENI OPERA. Sedangkan
Gamelan, sebetulnya juga adalah kumpulan organum orkestra. Gamelan lazim
terdiri dari perangkat Idiophone, kendang,
seruling, dan acapkali pula dalam sebuah orkes gamelan lengkap, disertai alat
musik berdawai seperti rebab dan sither.
Pemainnya bisa berupa ensembel,
lazimnya 3 - 20 orang. Sebetulnya, Gamelan tidak hanya terdapat di Jawa saja. Kamboja
memiliki orkes Gamelan. Thailand memiliki Gamelan. Vietnam, Burma juga memiliki
orkes Gamelan. Di tanah air pun Gamelan dengan ragam berbeda dapat diumpai di
Jawa Tengah, Jawa Barat, dan juga Bali. Yang saya ketengahkan dalam artikel ini
adalah Gamelan Jawa Tengah yang lazim dikenal sebagai Gamelan Jawa atau populer
dengan sebutan GAMELAN saja.
GAMELAN DI ABAD KE-21
Perkembangan Gamelan dewasa ini
banyak mendapat pengaruh musik dan budaya lain. Dalam keperluannya dalam ranah
dakwah agama, pengaruh Arab, terasa. Adakalanya, sebagai bagian integral
pertunjukan wayang kulit, budaya India pun dapat saja memperkaya Gamelan.
Dalam kreasi Musik Kontemporer, Gamelan
bisa saja terimbas pola irama klasik Waltz. Bahkan sebagai daya tarik
pertunjukan Wayang Kulit, Dalang kerapkali memasukkan unsur musik Dangdut. Lengkap
dengan kegenitan dan erotisme yang ditawarkan penyanyinya.
Imbas musikal maupun budaya dalam
Gamelan, sebetulnya mau tidak mau dan suka tidak suka membuat dikotomi
pandangan orang tentang sajian musik. Dalam hal ini pandangan tentang bentuk sajian
Musik Barat manakala dipersandingkan dengan persepsi sajian terhadap Gamelan.
Jack Body & Joko Sutrisno
KETERATURAN DAN KESEMPURNAAN MUSIK BARAT
Orang sering menganggap bahwa
sajian Musik Barat sangat bersifat individualistik. Seorang komposer dalam
budaya barat, memulai karya komposisinya dengan mengkonsep terlebih dahulu ide
musikal nya. Kemudian konsep ide musikal tersebut dituangkan dalam bentuk
keteraturan yang memang diatur. Terlebih untuk karya Musik Barat zaman abad
pertengahan. Konsekuensi logis yang trjadi akibat keteraturan proses karya,
menjadikan sajian Musik Barat dinilai berdasarkan PERFEKSIONIS nya atau
kesempurnaannya.
Seorang performer atau pemusik
yang memainkan karya komposisi musik Eropa sangat dituntut untuk dapat bermain
sepresisi dan sesuai dengan ide, konsep serta apa yang tertulis. Jika ada
sedikit saja ketidaksesuaian, maka para kritikus dan mereka yang paham akan
musik tersebut, mempergunjingkan, dan bahkan akan melontarkan kritik tajam. Dengan
kata lain si penyaji atau performer/pemusiknya dituntut akan sebuah pertanggungjawaban
estetis.
IMPROVISASI PADA MUSIK BARAT
Lalu bagamana dengan apa yang
dikenal sebagai improvisasi? Sejarah mencatat bahwa JS.Bach adalah seorang pakar improvisasi. WA.Mozart juga seorang kampiun improvisasi. Namun jangan salah. Improvisasi
yang dilakukan Bach dan Mozart serta pemusik lain di zamannya, BUKANLAH
IMPROVISASI dalam konsep dan konteks seperti dalam Musik Jazz misalnya.
Improvisasi yanbg dilakukan Bach
dan Mozart adalah improvisasi TEMATIK. Sama sekali bukan nuansa kebebasan. Nada-nadanya
mengalir secara spontan memang benar. Namun aliran nada-nada spontan tersebut
berada dalam korido tatanan, tataran, dan aturan serta norma yang amat sangat
ketat. Barulah saat Jazz mulai mendunia, improvisasi berada dalam koridor
kebebasannya. “FREEDOM TO BE FREE.” Kebebasan yang bebas se bebas-bebasnya,
nyaris telanjang bugil, tanpa dibalut dan dibalur aturan yang normatif.
FILOSOFI MUSIK GAMELAN
Bagaimana dengan musik Gamelan? Ada
beberapa perbedaan prinsip antara proses karya Musik Barat dan proses karya
Gamelan. Bagi orang Jawa, musik bukanlah sebuah seni pertunjukan. Musik itu
digelar di depan khalayak memang iya. Tapi tujuannya SAMA SEKALI BUKANLAH SENI
PERFORMANCE yang membuat hadirin tepuk tangan terpesona dan terkagum-kagum.
Bagi orang Jawa, karya Gamelan
adalah bagian dari kehidupan itu sendiri. Gamelan adalah ritus Agama. Gamelan
adalah tari pesta panen. Gamelan adalah ungkapan syukur orang nikah, anak
sunatan, dan bahkan ketika orang dapat lotre. Jadi bagi orang Jawa, musik
Gamelan bukan seni dengan teknik permainan tinggi.
Bagi orang Jawa, SUASANA LEBIH
PENTING DARI TEKNIK BERMAIN. Itulah mengapa lagu dalam Gamelan seringkali hanya
terdiri dari satu atau dua nada yang diulang terus menerus dan berputar-putar, seperti
orang kesetanan. Karena ya memang esensinya bukan di melodi. Namun PERUBAHAN
SUASANA KETIKA MELODI ITU DIULANG TERUS MENERUS.
Begitu juga dengan suara sember
seperti orang kena TBC. Dalam Gamelan Jawa jenis vokal begitu ok dan sah saja. Karena
bukan mutu vokalnya yang penting, melainkan suasana, bagaimana yang dibangun
dengan vokal serak sember seperti itu. Meski demikian, bukan berarti musik
Gamelan tidak memiliki aturan. Norma tetap ada. Namun dalam Gamelan Jawa, norma
tidaklah normatif.
LANGKANYA ARSIP DAN DOKUMENTASI MUSIK GAMELAN
Dalam Gamelan Jawa, saya ambil
contoh, kita mengenal Gendhing MONGGANG
dan GANGSARAN. Kedua Gendhing ini
punya norma, namun tiap komunitas bebas untuk membuat versi dari Monggang dan
Gangsaran. Yang penting unsur utama dari Gendhing bisa dibunyikan meski hanya
seiprit secuilk sedikiiiit saja. Monggang dan Ganggsaran lazim terdiri hanya
dua nada dan diulang terus menerus berputar-putar sehingga sangat monoton.
Namun sebetulnya, dalam setiap
pengulangan senantiasa ada PERUBAHAN
MIKRO. Baik karena permainan maupun suasana yang mengikutinya. Kebebasan
untuk mengkreasi ini juga mengakibatkan bahwa Gamelan tidaklah bersifat
literer. Untuk apa literer kalau esensinya adalah kebebasan tafsir dan suasana.
Namun akibatnya, Gamelan menjadi SANGAT
TIDAK TERDOKUMENTASI. Sulit sekali mencari literatur score gamelan. Yang
paling lazim dilakukan adalah mendengarkan rekaman kemudian membuat tafsirnya
sendiri.
TANGGA NADA PADA MUSIK BARAT DAN GAMELAN
Mempersandingkan Musik Barat dan
Gamelan, seyogyanya menelisik dari materi baku yang menjadi unsur pokok
keduanya. Pijakan kita mulai dari TANGGA NADA
atau SCALE
atau TONE
LADDER. Sebelum Bach, Musik Barat menggunakan sistem tangganada yang
dikenal sebagai ILL TEMPERED. Pada zaman Bach, sistem ini berubah menjadi WELL
TEMPERED.
Dalam sistem Well Tempered, terdapat
12 buah nada. Frekuensinya sudah pasti dan paten intervalnya pun sudah
tertentu, pasti dan paten. Sistem 12 nada seperti ini sebetulnya BUKAN PENEMUAN
budaya Eropa. Lebih dari 5000 tahun yang lalu, bangsa Cina sudah memakai sistem
tala 12 nada.
Hanya saja, dalam Musik Barat, eksakta
frekuensi dan eksakta intervalnya yang merupakan sebuah keutamaan dan nantinya
akan menjadi keuntungan tersendiri dari segi universalitas karya Musik Barat. Jadi
dalam well tempered system sudah
ditentukan bahwa sebagai acuan pokoknya adalah frekuensi nada A = 440 atau 460
Hz. Intervalnya masing-masing tepat ½. C – Cis ½. Cis – D ½ dan seterusnya
sampai 12 nada.
Dalam musik Gamelan, tangga nada
disebut TITI LARAS. Titi Laras dalam
Gamelan, dibagi menjadi DUA LARAS. Yakni: LARAS SLENDRO dengan 5 nada dan LARAS
PELOG dengan 7 nada. Jika dijumlahkan hasilnya 12, jumlah nya SAMA
DENGAN WELL TEMPERED Musik Barat.
Lalu apa yang beda? Dalam
Gamelan, TIDAK ADA FREKUENSI YANG TETAP. TIDAK ADA INTERVAL YANG TETAP. Frekuensi
dan interval, DISERAHKAN SEPENUHNYA PADA DAYA ARTISTIK PEMBUAT GAMELAN. Jadi, TAKKAN
PERNAH ADA DUA GAMELAN IDENTIK MESKI DIBUAT OLEH MANUSIA YANG SAMA. Lain halnya
dengan Piano misalnya, yang tuningnya bisa sangat sama antar dua piano. Disamping
dua laras tersebut, titi laras Gamelan Jawa memiliki tambahan laras khusus
untuk part vokal atau GERONG, Suling, dan Rebab.
Kemudian masih ada satu lagi
varian laras, yakni yang disebut SLIRING. Sliring ini sebetulnya
adalah laras mikro intervalis yang dibuat oleh vokalis, pemain suling dan/atau
pemain rebab. Sliring ini terdapat pula pada budaya Musik Arab, Persia, Jepang,
Korea, dan budaya Musik Asia Tengah.
Dengan adanya konsep sliring, maka
SANGAT sulit untuk MENGIDENTIFIKASI FALS pada sajian Gamelan. Berbeda dengan Musik
Barat,yang jika seorang soprano out of tune (dengan frekuensi yang sudah paten
baku) akan bisa ditengarai sebagai FALS.
Kita telah menengok sejenak, beberapa
hal yang kerap kali menjadi pembicaraan dan pergunjingan seputar Musik Barat
dan Gamelan. Mempersandingkan Musik Barat dan gamelan, sebetulnya bisa dilakukan
dengan beberapa cara. Umumnya, meski tidak selalu, Gamelan lah yang dikorbankan
dan di anak tirikan. Saya beri contoh misalnya penggunaan musik Gamelan yang
hanya sebagai tempelan belaka. Misal, dalam lagu Dang Dut, mendadak secara
tiba-tiba out of nowhere muncul musik
Gamelan, hanya selintas secuil dan seiprit. Selanjutnya tetap pada Musik Dang Dut
sebagaimana lazimnya.
ASIMILASI MUSIK GAMELAN
Bentuk perkawinan yang paling
representatif antara Musik Barat dan Gamelan, pertama kali diusung dalam proyek
pemerintahan Presiden Soekarno. Yakni POTPOURI
JAYAWIJAYA. Pengaba nya adalah pembuat arransemen lagu Indonesia Raya, yakni
Direktur Radio Hilversum Nederland, JOSS CLEBER.
Beberapa komposer, terutama
komposer Kontemporer, juga telah melakukan pernikahan sah antara Musik Barat
dan Gamelan. Lou Harrison, Collin Mc
Phee, Jody Diamond, dan mendiang teman saya, Jack Body, dari Selandia Baru. Apakah ini dapat dimaknai sebagai
Gamelan telah mengadakan asimilasi dan bahkan pernikahan dengan musik barat
yang mana telah mendominasi dunia, nampaknya kita masih harus menempuh jalan
berliku untuk sampai pada kesepakatan tali simpul semacam itu.
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.