"NAPAK TILAS
SEBUAH DAWAI GITAR"
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, June 2016
GITAR KLASIK YANG DIPAKSA
BERDAWAI METAL
Yang sebetulnya
dikenal orang awam nan umum adalah, bahwa untuk gitar non elektrik, ada dua jenis. Yang dawai nya menggunakan nilon dan yang
dawainya menggunakan kawat alias metal.
Kalau kita bergaul dengan pemain-pemain gitar amatir, baik di kampung, kota kecil, atau bahkan di pinggiran
kota besar, kerapkali dan acapkali terjadi hal konyol dan menggelikan seputar dawai
gitar non elektrik.
Karena kocek tipis, nggak mau repot, seringkali terjadi gitar tipe klasik dipaksa dipasang dawai
kawat atau metal. Ya tentu saja base bridge nya
jadi peyot hancur. Tuning machine nya bengkok dan
tentu juga merusak nuansa nya. Tapi anehnya, banyak dari para amatir
tersebut berdalih, bahwa gitar klasik dipasang dawai metal adalah dalam rangka agar
bunyinya gemerincing dan keras. Ironis, konyol, dan nampak bodoh.
Namun jika kita mau jujur, kekonyolan semacam itu
masih terjadi sampai detik saya mengetik artikel ini.
KELEBIHAN GITAR KLASIK
DIBANDINGKAN PIANO
Dalam esensinya, sebuah gitar
klasik, dalam hal mutu jelas dipengaruhi oleh materialnya. Namun yang utama adalah BRACING atau rangka gitar yang menopang
body. Keutamaan lain adalah
DAWAI atau SENAR nya. Sebab di dawai inilah, execution locus terjadi. Gitar klasik
memiliki kemampuan eksplorasi TONE COLOR atau warna bunyi yang mengagumkan.
Berbeda dengan Piano. Daniel Barenboim, pianis dunia, mengatakan bahwa di piano yang dapat kita lakukan adalah “MEMBUAT ILUSI WARNA BUNYI PIANO”. Warna bunyi di Piano adalah ILUSI. Orang boleh saja berkata bahwa jarinya bisa memanipulasi hammer dan locus pukulan hammer. Namun tetap saja, warna bunyinya adalah ILUSI. Yang semakin peka dan hebat, si pianis bisa membuat ilusi warna bunyi yang nyaris nyata.
Berbeda dengan pada Gitar Klasik: warna bunyinya sangat NYATA! Mengapa? Karena titik eksekusinya bisa terjalin di sepanjang rentang dawai secara nyata dan kasat mata. Sebetulnya hal ini sangat luar biasa.
Berbeda dengan Piano. Daniel Barenboim, pianis dunia, mengatakan bahwa di piano yang dapat kita lakukan adalah “MEMBUAT ILUSI WARNA BUNYI PIANO”. Warna bunyi di Piano adalah ILUSI. Orang boleh saja berkata bahwa jarinya bisa memanipulasi hammer dan locus pukulan hammer. Namun tetap saja, warna bunyinya adalah ILUSI. Yang semakin peka dan hebat, si pianis bisa membuat ilusi warna bunyi yang nyaris nyata.
Berbeda dengan pada Gitar Klasik: warna bunyinya sangat NYATA! Mengapa? Karena titik eksekusinya bisa terjalin di sepanjang rentang dawai secara nyata dan kasat mata. Sebetulnya hal ini sangat luar biasa.
MATERI DAWAI GITAR KLASIK
Jadi sebetulnya, dawai pada Gitar
Klasik bukan semata sarana penghasil bunyi. Melainkan adalah kekayaan
si Gitar Klasik itu sendiri. Menjadi jelas bahwa material dawai Gitar Klasik bukan sekedar asal
pilih. Material
dawainya memiliki sejarah panjang dengan rentang waktu yang evolusioner. Material pun
mengalami perkembangan sebagai hasil riset dan pengembangan yang teliti, cermat, tanpa lelah, dan berkesinambungan, serta senantiasa
melibatkan hubungan erat antara pembuat gitar (Luthier) – Gitaris - pengamat musik - pakar organologi.
DAWAI DALAM MITOLOGI YUNANI
Konon menurut sahibul
hikayat, yang mudah mudahan sahibul nya tidak berubah menjadi tukang ngibul, pemakaian
material catgut sudah ditengarai
dalam Mitologi Yunani. Hermes (bukan merk tas mahal,) anak dari Dewa Zeus bermain Lira. Dia menghamparkan kulit sapi pada body Lira, untuk memperindah produksi
bunyi dan memasang 7 dawai yang terbuat dari usus domba.
Dalam karya
drama nya, sastrawan Inggis William
Shakespeare mempergunakan catgut
sebagai dawai alat musik pengiring drama nya. Hal itu sangat disukai dan sempat membius
penonton. Dalam sebuah rima dialog dramanya, bahkan Shakespeare sempat
menuliskan: Tidak kah aneh bila usus domba ternyata bisa mengungunkan jiwa
manusia? Sebuah permenungan yang sungguh mendalam.
PERKEMBANGAN DAWAI GITAR KLASIK
Berikut saya
sajikan nukilan napak tilas perkembangan dawai Gitar Klasik. Bukan sebagai
hamparan fakta sejarah, melainkan saya sajikan secara populer. Pada
zaman dahulu kala, yang nyaris
primitif, bahan yang umum dipakai sebagai dawai untuk alat musik berdawai adalah
dari material CATGUT. Catgut sempat umum dipakai sebagai dawai untuk harpa,
lute,
gitar,
biolin, dsb.
Material Catgut berasal dari usus binatang ternak dan domba. Yang lazim disebut
sebagai binatang ternak untuk Eropa adalah sapi dan banteng. Maka beberapa ahli semiotika
menegaskan kemungkinan istilah CATGUT adalah singkatan dari istilah CATTLEGUT.
Sebetulnya yang umum dirancang adalah dawai untuk treble. Dawai Bass memakai juga
material catgut, namun kala itu dibungkus
dengan lilitan serat sutra.
Bagian paling
tebal dari usus binatang, dikenal sebagai SAITLING yang
dalam bahasa Jerman dilafalkan sebagai SAITEN. Usus dicuci
bersih dan direndam air. Bagian yang tebal disayat dengan pisau. Kemudian dilumuri bahan alkalin agar licin, dikeringkan agar
seratnya tidak kacau. Selain sebagai dawai, catgut banyak dipakai pula sebagai benang jahit untuk luka operasi bedah. Perang dunia
meletus. Banyak
korban berjatuhan. Operasi bedah luka pun marak. Kebutuhan catgut
untuk medis sangat meningkat sehingga tak ada lagi ruang untuk digunakan sebagai dawai
alat musik.
Popularitas
Gitar Klasik itu mendadak mencuat naik pamor, ketika Andres
Segovia tampil memainkan CHACONNE dari Bach. Segovia berhasil
menepiskan keraguan banyak orang sedunia. Ternyata Gitar Klasik mampu memainkan sebuah maha
karya yang selama itu hanya didominasi Biolin. Alih-alih gembira, Segovia malahan
sangat sedih. Karena ternyata bunyi gitarnya sangat kecil, lembut nyaris tak
terdengar. Hanya beberapa baris penonton yang mampu mendengar dengan lumayan. Sisanya hanya
mengikuti saja.banyak yang kagum ya mereka ikutan kagum. Dari fakta tersebut
Segovia berpendapat, bahwa MUTLAK PERLU ADANYA PERUBAHAN MATERIAL DAWAI GITAR.
SERAT NILON
Di sisi lain, keluarga Dupont dari Perancis, di era Perang Dunia II sudah menemukan
serat nilon sebagai pembuat stocking dan kaos dalam laki-laki. Oleh Albert Agustine, asal New York, serat nilon itu
dipergunakan untuk material dawai gitar. Berkat jasa Vladimir
Bobli, dipertemukanlah Segovia dengan albert Agustine untuk membicarakan
perkembangan dawai nilon. Dan hasil dari pertemuan itu adalah DAWAI NYLON YANG KITA PAKAI SAMPAI
DETIK INI. Anehnya, Segovia bukanlah gitaris pertama yang memakai dawai nylon (tadinya
nilon). Pemakai pertamanya adalah Gitaris asal Brazil Olga Coelho,dalam sebuah konser di New York tahun 1944.
Berikut
adalah PROS AND CON
atau keunggulan dan kelemahan tipe dawai gitar:
atau keunggulan dan kelemahan tipe dawai gitar:
Dawai Gitar
klasik modern, tak lagi mempergunakan nylon. meski nylon tetap paling popular. Material yang
digunakan untuk zaman moden adalah FLOURO CARBON dan TITANIUM. Asal muasal material
dawai ini sangat unik. SENAR PANCING!!! Yang dibuat oleh perusahaan senar
pacing SEAGUAR. Keunggulannya adalah jelas stem atau tala nya lebih stabil. dan besar
diameter dawai bisa bergradasi dengan mulus. Jika dawai nylon
seringkali terjadi dawai No. 3
besar diameternya sangat menonjol terhadap perbandingan dawai No. 1 dan No. 2. Juga lebih bersahabat
untuk diajak mengeksplorasi bunyi.
EVOLUSI DAWAI DENGAN LILITAN
METAL
Pada tahun 1659
mulailah bermunculan dawai alat musik bermaterial lilitan metal. Yang pertama
memakainya adalah dawai besar untuk Bass, kemudian dawai Biolin. Dawai lilitan metal
semacam inilah yang sebetulnya merupakan pemicu yang luar biasa bagi evolusi
perkembangan dawai Gitar Klasik.
Pada tahun 1777, seorang gitaris bernama Giacomo
Merchi, dalam bukunya menorehkan dengan tegas
ungkapan begini: “Ini dia nih ...
akhirnya gue bisa dapet dawai yang beneran dawai .... “
Dibandingkan dengan material catgut yang terlalu peka terhadap kelembaban iklim. Bagi pemusik yang sering
bepergian, dawai catgut akan mudah putus. Intonasinya buruk dan sangat sulit untuk distem.
Keuntungan dari
dawai berlilitkan metal adalah:
- Bunyi lebih murni. Tanpa kolorasi esek-esek
- Lebih kuat, namun lembut dipencet
- Meski untuk dawai besar, tetap nyaman dipetik, disentil, dan dipencet
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.